Thursday, November 22, 2007

Posisi Pendidikan Kesehatan Dalam Menentukan Status Kesehatan

Blum mengidentifikasi empat faktor utama yang berpengaruh terhadap status kesehatan, yaitu keturunan, lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku. Keturunan termasuk dalam faktor utama, karena sifat genetik diturunkan oleh orang tua kepada keturunannya. Sifat genetik ini sebagian bertanggung-jawab terhadap kapasitas fisik dan mental keturunannya. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan sosial. Limgkungan fisik dapat menjadi kekuatan yang buruk dan merusak kesehatan manusia. Ketidaksetaraan dalam organisasi sosial mendorong terjadinya kemiskinan yang secara langsung memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah kesehatan. Bagaimana masalah-masalah kesehatan dipecahkan sangat tergantung pada pengorganisasian dan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan (health behaviour) juga menentukan status kesehatan. Perubahan perilaku menuju ke arah hidup yang kondusif untuk kesehatan dilakukan melalui pendidikan kesehatan.

Menurut WHO (1986), yang dimaksud dengan perilaku kesehatan (health behaviour) adalah aktivitas apapun yang dilakukan oleh individu tanpa memandang status kesehatan aktualnya maupun status kesehatan menurut persepsi individu tersebut- yang bertujuan untuk meningkatkan, melindungi atau mempertahankan kesehatannya, tanpa mempertimbangkan apakah perilaku tersebut efektif untuk mencapai tujuan tersebut. Istilah ini harus dibedakan dengan perilaku berisiko (risk behaviour) yang berarti perilaku yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap penyakit tertentu.

Sebagaimana disebutkan dalam definisi di atas, pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan sadar untuk menciptakan peluang bagi individu-individu untuk senantiasa belajar memperbaiki literacy, meningkatkan pengetahuan dan life skills nya demi kepentingan kesehatannya. Dengan demikian perlu perencanaan. Ada beberapa model perencanaan pendidikan kesehatan, namun dalam makalah ini hanya dibahas sebagian dari model perencanaan PRECEDE yang dikemukakan oleh Green dan usulan praktisi (Departemen Kesehatan) dalam penerapannya. Selain itu, oleh karena tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku, maka perlu diketahui perilaku siapa yang akan diubah (sasaran) dan teori-teori apa yang mendasari proses perubahan perilaku tersebut itu. Kemudian baru dapat dipilih metode yang sesuai dengan tujuan spesifik pendidikan kesehatan yaitu perubahan pengetahuan (kognisi), perubahan sikap (pengertian, motivasi) atau perubahan praktek (mendapatkan akses informasi kesehatan, mempergunakan informasi) untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya.

Jika kesehatan akan diperbaiki dengan membantu individu mengubah gaya hidupnya, maka kegiatan yang dilakukan bukan hanya ditujukan terhadap individu tersebut namun juga terhadap kondisi sosial dan kondisi kehidupan yang membuat individu mempertahankan pola perilakunya tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, Lawrence Green mengusulkan perencanaan pendidikan kesehatan melalui PRECEDE framework (kerangka kerja Precede) dan PROCEED framework sebagai terapi terhadap perilaku lama. PRECEDE merupakan akronim predisposing, reinforcing and enabling constructs in ecosystem diagnosis and evaluation. Sedangkan PROCEDE merupakan akronim policy, regulating or resourcing, and organizing for educational and environmental development evaluation. Jika PRECEDE merupakan diagnosis, PROCEDE adalah terapi dalam pendidikan kesehatan. Dalam PRECEDE framework, berisi dua kegiatan yaitu diagnosis dan evaluasi ekosistem. Evaluasi ekosistem merupakan assessment yang hasilnya dipergunakan untuk mendiagnosis ekosistem. Diagnosis ekosistem berisi kegiatan penilaian kualitas hidup melalui penilaian umum terhadap masalah-masalah sosial. Kemudian dilakukan identifikasi masalah-masalah kesehatan yang tampaknya berpengaruh terhadap masalah sosial ini. Selanjutnya diidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang tampaknya berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut dilanjutkan dengan melokalisir perilaku (diagnosis perilaku). Langkah selanjutnya adalah menegakkan diagnosis edukasional yaitu menentukan faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), pemungkin (enabling factors) dan penguat (reinforcing factors) yang berpotensi mempengaruh perilaku kesehatan yang telah diidentifikasi tersebut. Ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1). Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya : pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (pemeriksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif akan mempermudah terwujudnya perilaku baru maka sering disebut faktor yang memudahkan.

2). Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, tersedianya makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek suasta (BPS), dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya : puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung untuk atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

3). Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku pemeriksaan hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas pemeriksaan hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil. Oleh sebab itu intervensi pendidikan hendaknya dimulai mendiagnosis 3 faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap 3 faktor tersebut.