Monday, December 3, 2007

Tahap Respons Psikologis

Respons psikologis yang dialami seseorang karena kehilangan oleh Kubler-Ross (1969) dikemukakan dalam teori yang disebut “The Five Stages of Grief” (www.wikipedia.org). Teori ini membagi respons psikologis dalam lima tahap, yaitu penyangkalan (denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression) dan penerimaan (acceptance). Kelima tahap respons psikologis ini sering diidentikkan dengan lima tahap model duka cita yang disebabkan oleh proses kematian. Namun akhirnya berkembang tidak hanya sebatas itu, lima tahap respons psikologis ini juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi individu pasca pemutusan hubungan kerja, adanya bencana sehingga terpaksa harus mengungsi, kehilangan anggota tubuh, hukuman, kebangkrutan, korban kejahatan atau kriminal dan keputusasaan. Sehingga teori ini berkembang lebih luas dan dapat digunakan untuk memahami reaksi pasca kejadian traumatik yang dialami oleh seseorang.

1. Tahap Penyangkalan (Denial)

Reaksi pertama individu yang kehilangan adalah terkejut, tidak percaya, merasa terpukul dan menyangkal pernyataan bahwa kehilangan itu benar-benar terjadi (Suliswati, 2005). Secara sadar maupun tidak sadar seseorang yang berada pada tahap ini menolak semua fakta, informasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang dialaminya. Individu merasa hidupnya menjadi tidak berarti lagi. Pada saat itu dia dalam keadaan terguncang dan pengingkaran, merasa ingin mati saja. Pada tahap ini seseorang tidak mampu berpikir apa yang seharusnya dia lakukan untuk keluar dari masalahnya. Dia tidak siap untuk menerima kondisinya (Kozier, 2004). Oleh karenanya tahap pengingkaran merupakan suatu tahap yang sangat tidak nyaman dan situasi yang sangat menyakitkan (French, 1992)

Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini biasanya berupa keletihan, kelemahan, pucat, mual, diare, sesak napas, detak jantung cepat, menangis, gelisah. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa tahun (Suliswati, 2005)

2. Tahap Marah (Anger)

Kemarahan yang dialami oleh seseorang dapat diungkapkan dengan berbagai cara. Individu mungkin menyalahkan dirinya sendiri dan atau orang lain atas apa yang terjadi padanya, serta pada lingkungan tempat dia tinggal. Pada kondisi ini individu tidak memerlukan nasihat, baginya nasihat adalah sebuah bentuk pengadilan (judgement) yang sangat membuatnya menjadi lebih terganggu. Reaksi fisik yang sering terjadi pada tahap ini antara lain wajah merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur dan tangan mengepal (Suliswati, 2005)

3. Tawar-Menawar (Bargaining)

Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya, maka ia maju ke tahap tawar-menawar (Suliswati, 2005). Pada tahap ini seseorang berpikir seandainya dia dapat menghindari kehilangan itu. Reaksi yang sering muncul adalah dengan mengungkapkan perasaan bersalah atau ketakutan pada dosa yang pernah dilakukan, baik itu nyata ataupun hanya imajinasinya saja (Kozier, 2004). Seringkali seseorang yang berada tahap ini berusaha tawar menawar dengan Tuhan agar merubah apa yang telah terjadi supaya tidak menimpanya. Sering juga dinyatakan dengan kata-kata “seandainya saya hati-hati”, “kenapa harus terjadi pada keluarga saya”. Sesungguhnya bargaining yang dilakukan seseorang tidak memberikan solusi apapun bagi permasalahan yang dia hadapi.

4. Tahap Depresi (Depression)

Individu pada tahap ini mengalami disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan tugas yang di masa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan (Niven, 2002). Individu sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, takut, perasaan tidak menentu dan putus asa. Seseorang yang berada pada tahap ini setidaknya sudah mulai menerima apa yang terjadi padanya adalah kenyataan yang memang harus dia hadapi (Chapman, 2006). Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih dan libido menurun (Suliswati, 2005).

5. Tahap Penerimaan (Acceptance)

Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Individu akan menyadari bahwa hidup mereka harus terus berlanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka. Pikiran yang selalu terpusat pada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau menghilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian dialihkan kepada obyek yang baru (Suliswati, 2005). Seseorang yang berada pada tahap ini mulai menyusun rencana yang akan dilakukan pasca kehilangan (Kozier, 2004). Tahap penerimaan ini biasanya diungkapkan dengan kalimat “apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh” atau “yaah, akhirnya saya harus dioperasi juga”.

Namun, tidak semua individu yang mengalami kehilangan selalu melalui tahap-tahap seperti yang telah dikemukakan oleh Kubler-Ross. Apabila individu dapat melalui tahap-tahap tersebut dan mencapai tahap penerimaan, maka ia akan dapat mengakhiri proses kedukaan dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Apabila individu tetap berada pada salah satu tahap lebih awal dan tidak mencapai tahap penerimaan, jika ia mengalami kehilangan lagi, akan sulit baginya untuk mencapai tahap penerimaan.

Teori respons psikologis juga dikemukakan oleh Hundak & Gallo (1997) yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Tahap Terkejut atau Tidak Percaya

Pada tahap ini individu yang mengalami masalah atau kehilangan akan menunjukkan karakteristik perilaku menghindari atau menolak. Individu gagal memahami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa yang dialami.

2. Tahap Mengembangkan Kesadaran

Pada tahap ini perilaku individu dihubungkan dengan rasa marah dan bersalah. Marah diekspresikan dengan cara berlebihan dan tidak konstruktif sehingga kadang dikompensasikan pada pelayanan yang kurang seperti sikap perawat yang lamban atau kurang peka.

3. Tahap Resusitasi

Pada tahap ini orang berduka mengesampingkan marah dan pertahanan serta mulai mengatasi bentuk kehilangan yang dialami salah satunya adalah kesedihan dan mengungkapkannya dengan menangis.

4. Tahap Resolusi

Pada tahap ini individu mulai beradaptasi, kepedihan yang menyakitkan berkurang dan orang bergerak untuk menuju identifikasi sebagai seseorang yang mempunyai keterbatasan.